Kerajaan Mataram Islam
kerajaan Mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat
kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede.
Dalam sejarah Islam,Kerajaan Mataram Islam memiliki peran yang cukup penting dalam perjalanan
secara kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Hal ini terlihat dari semangat
raja-raja untuk memperluas daerah kekuasaan dan mengIslamkan para penduduk
daerah kekuasaannya, keterlibatan para pemuka agama, hingga pengembangan
kebudayaan yang bercorak Islam di jawa. Dinasti Mataram
Islam sesungguhnya berawal dari keluarga petani, begitulah
yang tertulis pada Babad Tanah Jawi. Kisahnya berlangsung di pinggiran Kali
Opak, di Yogyakarta sekarang. Suatu hari, adalah seorang petani bernama Ki
Ageng Giring. Sementara ia mencangkul di ladang, tiba-tiba ada kelapa muda
jatuh lalu terdengar suara; “barangsiapa minum air kelapa muda ini, ia dan
keturunannya bakal berkuasa di Tanah Jawa”. Konon “wahyu keprabon” yang ada
dalam kelapa muda itu adalah sabda wali terkenal di Jawa, Sunan Kalijaga. Ki
Ageng Giring lalu membawa pulang cengkir (kelapa muda) yang masih hijau segar
itu. Namun ia tak bisa segera meminumnya, karena pada saat itu ia sedang
tirakat berpuasa, hingga kemudian ia pergi membersihkan diri di sungai. Tak
lama kemudian datang sahabatnya, Ki Gede Pemanahan bertamu. Melihat kelapa muda
tergeletak, tamu yang haus itupun segera meminumnya. Pada tetes terakhir Ki Ageng
Giring muncul. Ia melihat air kelapa muda itu telah terminum oleh orang lain.
Ia sangat menyesal dan kecewa. Tapi apa daya, ia hanya bisa meminta, agar
sewaktu-waktu kelak, sesudah keturunan Gede Pemanahan yang ketujuh,
keturunannya lah yang akan menggantikan menguasai Jawa”.
Banyak versi mengenai masa awal berdirinya kerajaan Mataram berdasarkan mitos dan
legenda. Pada umumnya versi-versi tersebut mengaitkannya dengan
kerajaan-kerajaan terdahulu, seperti Demak dan Pajang. Menurut salah satu
versi, setelah Demak mengalami kemunduran, ibukotanya dipindahkan ke Pajang dan
mulailah pemerintahan Pajang sebagai kerajaan. Kerajaan ini terus mengadakan
ekspansi ke Jawa Timur dan juga terlibat konflik keluarga dengan Arya
Penangsang dari Kadipaten Jipang Panolan. Setelah berhasil menaklukkan Aryo
Penangsang, Sultan Hadiwijaya (1550-1582), raja Pajang memberikan hadiah kepada
2 orang yang dianggap berjasa dalam penaklukan itu, yaitu Ki Ageng Pemanahan
dan Ki Penjawi. Ki Ageng Pemanahan memperoleh tanah di Hutan Mentaok dan Ki
Penjawi memperoleh tanah di Pati. Pemanahan berhasil membangun hutan Mentaok
itu menjadi desa yang makmur, bahkan lama-kelamaan menjadi kerajaan kecil yang siap bersaing
dengan Pajang sebagai atasannya. Setelah Pemanahan meninggal pada tahun 1575 ia
digantikan putranya, Danang Sutawijaya, yang juga sering disebut Pangeran Ngabehi Loring Pasar.
Sutawijaya kemudian berhasil memberontak pada Pajang. Setelah Sultan Hadiwijaya
wafat (1582) Sutawijaya mengangkat diri sebagai raja Mataram dengan gelar Panembahan Senapati.
Pajang kemudian dijadikan salah satu wilayah bagian daari Mataram yang
beribukota di Kotagede.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar